Orang Portugis tiba di Indonesia pada tahun 1511 dalam mencari rempah-rempah. Kemenangan mereka atas kerajaan Islam Malaka di Semenanjung Malaya adalah hasilnya. Spanyol kemudian mengikuti. Keduanya mulai menyebarkan agama Kristen, dan mereka melakukannya dengan paling baik di Minahasa dan Maluku.
Untuk mencoba menghapus Portugis, raja-raja Sumatera, Jawa, dan Ternate bergabung. Pada waktu itu, kesultanan Ternate memiliki lebih dari 72 pulau, termasuk Pulau Timor. Namun, Sultan Ternate, Khairun, dibunuh oleh Portugis pada tahun 1570. Namun, Sultan Baabullah, penggantinya, mengepung benteng Portugis di Ternate. Untuk melawan Portugis dan Spanyol, Baabullah kemudian bersekutu dengan Belanda.
Belanda menginvasi Kupang di bagian barat Timor pada tahun 1651 dan tinggal di sana selama dua abad. Pada 20 April 1859, Belanda dan Portugal mengadakan perjanjian untuk membagi bagian barat dan timur Timor. Sejak saat itu, Portugis memiliki kendali penuh atas Timor Timur sampai mereka meninggalkan wilayah tersebut pada tahun 1975.
Beginilah Kolonialisme Belanda.
Belanda juga mencari rempah-rempah Indonesia untuk dijual di Eropa setelah Portugis dan Spanyol. Mereka mengantisipasi keuntungan yang signifikan. Pada tahun 1602, mereka mendirikan VOC, atau Kompeni, serikat dagang untuk India dan wilayah timur untuk meningkatkan efisiensi perdagangan.
Pada saat yang sama, orang Islam mulai masuk ke Kerajaan Mataram Hindu. Sultan Agung Hanyokrokusumo adalah sultan pertama. Dia memperoleh kekuatan kebudyaan dan politik negara. Sultan Agung adalah musuh besar Belanda. Pada tahun 1629, ia mengirimkan pasukan untuk menyerang Batavia, tetapi pasukan yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen mengalahkan mereka.
VOC memasuki Maluku pada tahun 1605, di Ambon, dan pada tahun 1623, di Pulau Banda. Belanda sangat bergantung pada kedua tempat ini untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah. Belanda banyak menggunakan taktik devide et impera, yang berarti “Pecah Belah dan Kuasai.” Perdagangan antarpulau, seperti antara Makassar, Aceh, Mataram, dan Banten, serta perdagangan luar negeri, secara bertahap lumpuh sebagai akibatnya. Pada saat yang sama, Belanda menggunakan Cina sebagai perantara dalam perdagangan dengan Indonesia dengan menerapkan kebijakan pintu terbuka.
Pada tahun 1666, Sultan Hasanuddin dari Goa berperang melawan Belanda, tetapi dikalahkan. Pada tahun 1667, perjanjian Bunggaya mengubah Goa menjadi pengikut VOC. Selain itu, Pangeran Trunojoyo dari Madura melawan Belanda. Pada tahun 1680, ia dikalahkan dan dibunuh.
Belanda melakukan ekspedisi Hongi untuk memperkuat monopoli rempah-rempah mereka di Maluku. Dalam upaya mereka untuk menghilangkan produksi yang berlebihan, mereka membakar kebun cengkeh rakyat, menurunkan harga cengkeh di pasar Eropa. Ekspedisi ini menunjukkan kekejaman Belanda terhadap petani.
Ketidakpuasan terhadap Cina memicu pemberontakan di Jakarta pada tahun 1740, dan sepuluh ribu orang Cina dibantai oleh Belanda.
Setelah dibagi oleh VOC ke dalam kerajaan Yogyakarta dan Surakarta, kerajaan Mataram mulai runtuh. Namun, kesalahan administrasi dan pelanggaran membuat VOC bangkrut pada 31 Desember 1799. Sejak itu, Pemerintah Belanda berpusat di Batavia untuk menguasai seluruh Indonesia.
Setelah VOC dinasionalisasi pada tahun 1799, Pemerintah Belanda mengambil alih wilayah penting di negara itu. Orang-orang di daerah tersebut harus menyerahkan hasil pertanian mereka kepada para pedagang Belanda. Ini menandai awal kolonialisme Indonesia oleh Belanda.
Periode kekuasaan Inggris Raya.
British East India Company menguasai Indonesia dari 1811 hingga 1816 selama perang Napoleon di Eropa, ketika Perancis menguasai Belanda. Diangkat sebagai Letnan Gubernur Jenderal Jawa, Sir Thomas Stanford Raffles bertanggung jawab atas Bengal, India.
Selain menghapuskan perdagangan budak, Raffles memperkenalkan sebagian pemerintahan sendiri dan memperkenalkan sistem kepemilikan tanah untuk menggantikan sistem pertanian tanam paksa Belanda. Candi Borobudur dan lainnya telah diperbaiki. Selain itu, Raffles mempelajari berbagai kepurbakalaan Jawa. Buku terkenalnya, “Sejarah Jawa”, menggambarkan budaya dan peradaban luhur Jawa.
William Marsden menulis buku serupa tentang sejarah Sumatera seperti Raffles selama tinggal di Sumatera (1814-1825). Buku ini diterbitkan pada tahun 1889.
Belanda menandatangani konvensi di London pada 13 Agustus 1814 setelah jatuhnya Napoleon dan akhir pendudukan Belanda, Prancis, dan Inggris. Diputuskan bahwa properti kolonial Belanda yang diambil dari tahun 1803 dan seterusnya harus dikembalikan kepada Pemerintah Batavia Belanda. Dengan demikian, pada tahun 1815, kepulauan Indonesia dibebaskan dari Inggris.
Cerita Terusan Pemerintahan Belanda.
Pemerintah kolonial Belanda segera meningkatkan pengaruhnya di Indonesia. Namun, keadaan dan keadaan saat ini telah berubah. Penolakan muncul dan muncul. Semakin keras Belanda bertindak, hasilnya malah memicu pemberontakan yang lebih luas lagi.
Misalnya, Thomas Matulessy, juga dikenal sebagai Pattimura, melakukan pemberontakan di Maluku melawan Belanda dari tahun 1816 hingga 1818. Perang Jawa dimulai oleh Pangeran Diponegoro. Teuku Umar memimpin Perang Aceh di Sumatera Utara (1873–1903), sementara Tuanku Imam Bonjol memimpin Perang Padri di Sumatera Barat. Raja Batak Sisingamangaraja melawan Belanda pada tahun 1907. Raja Udayana berhasil mencegah tentara Belanda menduduki Bali pada tahun 1908. Selain itu, pemberontakan meletus di Goa, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.
Akhirnya, pemberontakan yang semakin meningkat membantu Belanda menjajah Indonesia. Situasi global juga berubah. Kolonialisme Indonesia pun semakin memudar dan pada akhirnya hilang.