Lokananta dihidupkan kembali. Studio musik legendaris ini menjadi tempat kreatif bagi para musisi, seniman, dan usaha kecil dan menengah (UMKM).
Jika kita pergi ke Solo, Jawa Tengah, tepatnya di Jl Ahmad Yani nomor 387, Surakarta, Jawa Tengah, atau sekitar dua kilometer dari Stasiun Purwosari, kita akan melihat bangunan cagar yang bertuliskan “Lokananta”. Lokananta adalah studio rekaman musik terkenal dan legendaris di Solo.
Penggemar musik dari tahun 1960 hingga 1990-an sudah akrab dengan studio Lokananta. Di dalam gedung Lokananta, ada ruangan yang menjual CD, atau compact disk, dan kaset, yang merupakan hasil alih media dari piringan hitam.
Di sana ada banyak rekaman musik artis terkenal seperti Koes Plus, The Steps, Waldjinah, dan lainnya. Selain itu, ada ruang untuk mengumpulkan peralatan yang pernah digunakan untuk rekaman di Lokananta.
Dalam ruangan selanjutnya, banyak mesin berjajar. Beberapa di antaranya adalah mesin pengendalian kualitas tahun 1980, pattern generator tahun 1980, mesin pemotong pita tahun 1980, recorder VHS Video tahun 1990, pemutar piringan hitam tahun 1970, dan power amplifier tahun 1960.
Beberapa kaset VHS (Video Home System) berisi rekaman pertunjukan seni ketoprak yang disiarkan di TVRI pada masa lalu. Ini berjajar di sebelah televisi Sony dan di atas pemutar VHS National. Bahkan saat ini, berbagai piringan hitam dan alat pemutarnya, yang dibuat di London dan Swiss, masih dapat diputar dan digunakan.
Saat ini, Lokananta memiliki 53 ribu keping piringan hitam yang tersimpan di sana. Pada awalnya, koleksi itu adalah barang piringan hitam yang tidak terjual, tetapi sekarang menjadi barang yang tidak akan terjual.
Rekaman digital dilakukan untuk menjaga isi koleksi Lokananta terjaga. Lokananta selalu mempoduksi dan menduplikasi piringan hitam sebelum berkembang menjadi audio kaset.
Perusahaan rekaman terbesar dan pertama di Indonesia, Lokananta, didirikan pada tahun 1956. Dikenal sebagai “titik nol” musik Indonesia, Lokananta sukses di tahun 1970-1980-an dengan mengorbitkan banyak artis musik Indonesia terkenal seperti Gesang, Waldjinah, Bing Slamet, Titiek Puspa, dan Sam Saimun.
Pada tahun 1956, Kepala Jawatan Radio Republik Indonesia (RRI), R Maladi, bersama dengan Oetojo Soemowidjojo dan Raden Ngabehi Soegoto Soerjodipoero, mengusulkan pembangunan Lokananta. Lokananta dibangun dengan tujuan merekam materi siaran untuk disiarkan RRI dalam bentuk piringan hitam.
Selain itu, arsip pidato kenegaraan Bung Karno disimpan di sini. Lokananta kemudian berubah menjadi studio rekaman. Lagu daerah, gending karawitan, dan keroncong adalah genre musik yang banyak direkam pada saat itu.
Selain itu, studio ini sangat cocok untuk tempat rekaman live, terutama gamelan, karena ukurannya yang luas. Lokananta tidak hanya merekam musik dan lagu, tetapi juga merekam seni pertunjukan seperti dongeng, cerita rakyat, wayang, dan ketoprak. Misalnya, ada kisah Jaka Tingkir Tundung, Ande-ande Lumut, pentas dalang Ki Nartosabdo, dan dagelan Basiyo.
Selama tahun 1990-an, Lokananta sempat tertinggal karena kemajuan zaman dan teknologi. Namun, masyarakat sekarang dapat kembali ke studio rekaman legendaris ini.
Jika pengunjung ingin mengunjungi Lokananta, mereka hanya perlu datang pada hari kerja. Tahun lalu saya mengunjungi Lokananta dan sangat prihatin dengan kondisinya. Namun, Lokananta memiliki kekayaan intelektual dan nilai historis yang sangat potensial untuk dimanfaatkan. Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan bahwa Lokananta akan direvitalisasi untuk memberikan manfaat bagi masyarakat melalui program optimalisasi aset BUMN yang ada.
Revitalisasi dan pengembangan aset Lokananta di Kota Surakarta, Jawa Tengah, akan memungkinkan Kementerian BUMN untuk berkontribusi pada kemajuan industri musik dan seni di Indonesia. Lokananta akan digunakan sebagai pusat kreativitas bagi musisi, seniman, dan UMKM.
Dengan bantuan PT Danereksa (Persero) dan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Kementerian BUMN memulai revitalisasi Lokananta, yang terdiri dari 2,1 hektare. Pembangunan fisik Lokananta dimulai pada November 2022, dan perhelatan Lokananta Reload diadakan pada 27 November 2022. Pembangunan diharapkan selesai dalam waktu enam bulan.
Erick menyatakan, “Lokananta adalah salah satu contoh aset BUMN yang terbengkalai, dan kini berhasil direvitalisasi. Saya meminta Danareksa dan PPA untuk menyiapkan model bisnis yang berkelanjutan, sehingga Lokananta dapat memiliki fondasi yang kokoh untuk dapat terus eksis dan relevan di masa depan.”
Sekarang, Lokananta versi baru terdiri dari lima pilar utama: museum/galeri studio rekaman, arena pertunjukan, area kuliner, dan galeri UMKM. Pemerintah Kota Surakarta mendukung dan setuju dengan revitalisasi dan optimalisasi Lokananta.
Erick berterima kasih atas upaya Danareksa melalui PPA, yang telah membantu menghidupkan kembali dan mengembangkan Lokananta. Dia berharap Lokananta, sebagai cagar budaya, dapat menjadi tempat untuk menyambungkan generasi, dari para musisi senior hingga para musisi muda yang dapat dikembangkan bakatnya.
Erick menyatakan, “Saya mengajak rekan-rekan musisi dan seniman untuk memanfaatkan sebaik-baiknya fasilitas yang tersedia di Lokananta. Gunakan untuk berkolaborasi dan berkarya, sehingga Lokananta dapat memberikan dampak sosial, ekonomi, dan pelestarian budaya Indonesia.”