Rumah Pengasingan Bung Karno Di Bumi Rafflesia Bengkulu

Rumah Pengasingan Bung Karno Di Bumi Rafflesia Bengkulu

Selama masa prakemerdekaan, dari tahun 1938 hingga 1942, Soekarno ditahan di Bengkulu oleh Belanda.

Rumah putih besar bergaya Eropa berhalaman rumput hijau luas tampak lebih mencolok dari bangunan lain di sekitarnya. Rumah bersejarah ini, yang terletak di Jl Soekarno-Hatta nomor 8, RT 5 RW 2, Kelurahan Anggut Atas, Kecamatan Gading Cempaka, Kota Bengkulu, menjadi saksi bisu perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Soekarno pernah diasingkan di rumah penjajah Belanda yang berukuran 162 meter persegi. Dia dikirim ke Bengkulu di pesisir barat Pulau Sumatra pada tahun 1938–1942 atau setelah menjalani tugas serupa di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, pada tahun 1934–1938.

Cagar budaya nasional itu dikelilingi oleh pagar besi kokoh dengan atap limas. Dindingnya polos, dan model pintu masuk utama dan jendela persegi panjang berdaun ganda sama. Di lokasi ini terdapat dua bangunan: rumah utama dan bangunan penunjang yang terletak di belakang rumah utama.

Rumah ini terdiri dari teras, ruang tamu, beberapa kamar, dan teras belakang. Di seluruh bangunan terdapat banyak jendela kaca ukuran besar.

Di sisi kanan bangunan terdapat tiga ruangan dan di sisi kiri terdapat dua kamar tidur. Di bagian belakang rumah dibangun sebuah beranda yang lebih luas dari teras depan. Di sisi kanan teras terletak bangunan penunjang yang terdiri dari lima petak untuk kamar pembantu, kamar mandi, dapur, dan gudang.

Karena rumah pengasingan sedang direnovasi, Soekarno tidak langsung menginap di Bumi Rafflesia pada 14 Februari 1938. Pengusaha Belanda Tjang Tjeng Kwat, keturunan Tionghoa, menyewa rumah itu.

Tjeng Kwat sering disebut sebagai penyedia bahan pokok untuk Belanda. Pada tahun 1918, dia membangun rumah besarnya di atas lahan seluas 4 hektare.

Rumah pengasingannya tidak hanya digunakan oleh Bung Karno sebagai tempat tinggal. Dia sering bertemu dengan orang-orang penting di Bengkulu, seperti Hassan Din, pemimpin Muhammadiyah Bengkulu, dan lainnya.

Menurut situs web Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, luas rumah pengasingan berkurang sejak kemerdekaan. Pemerintah Provinsi Bengkulu membagi lahan untuk berbagai alasan. misalnya untuk membangun fasilitas pemerintah, sekolah, dan perumahan.

Oleh karena itu, hanya sekitar 4.813 meter persegi tanah yang tersedia saat ini untuk area rumah pengasingan. Rumah ini pernah digunakan sebagai markas perjuangan Pemuda Republik Indonesia (PRI) setelah kemerdekaan, serta rumah dinas anggota Angkatan Udara RI (AURI) dan stasiun RRI Bengkulu.

Rumah pengasingan Soekarno—juga dikenal sebagai Bung Besar—masih memiliki sejumlah barang peninggalannya yang disimpan di sana sebagai bagian dari sejarah perjalanan bangsa. Misalnya, satu lemari berisi 120 potong pakaian pentas tonil Monte Carlo, sepeda onthel, kursi tamu, lemari makan, dan grup seni yang didirikan Soekarno selama pengasingan di Bengkulu.

Masih ada meja rias, ranjang besi di kamar Soekarno, ratusan buku berbahasa Belanda yang berfokus pada topik politik dan ekonomi, foto-foto rumah dan masjid yang dirancang oleh Bung Karno, dan foto-foto Soekarno bersama keluarganya yang tersebar hampir di seluruh ruangan rumah. Di bagian belakang rumah, sejajar dengan bangunan penunjang, ada sumur timba yang menarik.

Karena dia percaya air dari sumur ini bersih dan segar, Bun Karno sering mandi dan membasuh muka. Masyarakat setempat percaya bahwa air dari sumur timba di rumah pengasingan Bung Karno dapat memperpanjang usia. Pemerintah Provinsi Bengkulu pernah menggunakan air dari sumur ini selama acara penyatuan tanah dan air di Ibu Kota Negara (IKN) beberapa waktu lalu.

Selain itu, tersimpan kumpulan korespondensi surat cinta antara Soekarno dan Fatmawati, wanita Bengkulu yang dinikahi Bung Karno saat dia berada di luar negeri. Saat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Fatmawati dikenal sebagai penjahit bendera nasional merah putih. Rumah pengasingan Bung Karno masih menjadi tempat wisata sejarah yang sering dikunjungi oleh masyarakat Bengkulu saat mereka berada di sana.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengajak masyarakat untuk merawat saksi bisu persiapan kemerdekaan Indonesia ini saat berkunjung ke rumah pengasingan Bung Karno pada 3 Agustus 2022 lalu.